Jangan Sepelekan Risiko Operasi Plastik

Bookmark and Share
Operasi atau bedah plastik kini marak dilakukan untuk memperindah dan memperbaiki beberapa bagian tubuh tertentu terutama bagian wajah.

Masyarakat semakin mengenal bedah plastik untuk memperbaiki kelopak mata atas dan bawah serta alis, membentuk pipi, dagu, dan hidung, face lift, neck lift, membuang tato, tummy tuck, liposuction atau sedot lemak, hingga memperbesar maupun mengecilkan payudara.

Banyak anggapan yang muncul bahwa risiko bedah plastik tidaklah sebesar tindakan bedah lainnya seperti operasi organ-organ bagian dalam tubuh. Namun faktanya, risiko bedah ini sama besarnya dengan jenis operasi lainnya.

Peringatan akan besarnya risiko dari bedah plastik ditegaskan para ahli kesehatan belum lama ini. Mereka pun menekankan bahwa bedah plastik seharusnya hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berbadan sehat.

Direktur Bedah Plastik pada University of Texas Southwestern Medical Center, Dr. Rod Rohrich, seperti dikutip kantor berita Xinhua, Sabtu (12/1), mengatakan bedah plastik memiliki risiko yang sama besar dengan bedah-bedah lainnya.

Seiring dengan makin tingginya jumlah orang yang ingin melakukan bedah plastik, khususnya di Amerika Serikat, para pakar kesehatan berupaya memberikan edukasi yang tepat tentang bedah plastik kepada masyarakat.
  
"Saya melihat konsumen AS menganggap operasi plastik itu seperti suatu kebutuhan pokok. Padahal, menjalani operasi plastik bukan seperti membeli sebuah sepatu. Anda bisa mengembalikannya (bila tidak cocok). Sedangkan Anda tidak bisa mengembalikan hidup Anda," terang Dr. Rohrich.

"Bedah plastik hanya dapat dilakukan bagi para pasien yang sehat. Jika mereka tidak sehat, maka jangan sekali-kali memaksakan diri menjalani bedah plastik," tegasnya lagi.

Menurut data American Society of Plastic Surgeons, sebanyak 11 juta orang menjalani bedah plastik pada 2006, atau meningkat 48 persen dibanding tahun 2000. 

Sebuah studi yang dipublikasikan baru-baru ini oleh jurnal Plastic and Reconstructive Surgery mengungkapkan bahwa komplikasi serius terjadi dalam satu di antara 298 kasus, dan kematian terjadi dari satu di antara 51.459 kasus.
 
Dr Rohrich mengatakan, gencarnya pemberitaan media yang memfokuskan kepada kehidupan para selebritis dan tayangan reality shows di televisi menjadi penyebab utama meningkatnya popularitas bedah plastik.

Riset yang dipublikasikan oleh jurnal Plastic and Reconstructive Surgery pada Juli 2007 lalu itu juga mengungkapkan, penayangan reality shows di televisi dapat mempengaruhi orang secara langsung dalam mengambil keputusan menjalani operasi plastik.

 Sumber : Xinhua , Kompas,Minggu, 13 Januari 2008

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger