“Ngapain sich minum kopi?”
“Apa sich enaknya kopi?”
“Emang enak ya kopi?”
“Pahit kayak gini koq dibilang enak sich?”
Itulah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan kepadaku. Saya yakin pasti yang nanya tersebut memang bukan peminum kopi. Kalau dia peminum kopi jawabannya sulit dijelaskan dengan kata-kata tapi hanya dirasakan, hehehe…
Bagaimana tidak saya nikmati kopi? Saya meminumnya sejak di bangku SMA, dengan mencuri sedikit kopi bapakku setiap hari sebelum berangkat sekolah, sampai-sampai bapakku pernah bingung kenapa kopinya di cangkir cepat sekali habis, padahal dia merasa baru meminumnya dua teguk. Kemudian sejak kuliah, meminum kopi menjadi lebih hebat lagi, apalagi menjelang masa-masa ujian, kopi adalah teman setia penghalau rasa kantuk.
Tetapi sejak tinggal di Bandung dan maag yang sering kumat, maka ngopi yang sebelumnya bisa mencapai 4-5 mug dalam sehari, akhirnya berkurang menjadi 2-3 mug/hari. Bila maag kambuh rasanya tersiksa lahir dan bathin, karena kebiasaan ngopi sementara ditunda sampai rasa kembung mereda. Beberapa orang mengatakan buat apa minum kopi, banyak kerugiannya. Ah..masa sich?
Saya pernah membaca sekilas buku mengenai miracle of caffeine (belum habis tuntas bukunya) yang inti dari buku tsb adalah kopi tidak perlu dihindari, karena dengan meminum kopi dengan jumlah yang pas, akan membuat orang jadi lebih percaya diri, bekerja lebih giat dan penuh konsentrasi, dsb yang baik-baik. Bahkan angsa merah, sebuah LSM yang bergerak di kesehatan reproduksi pernah menulis status di Facebook (FB): bahwa tidak masalah ibu hamil mengkonsumsi kopi sebanyak 200 mg/hari. Termasuk komentar yang kutambahkan adalah bahwa di beberapa desa di Sulawesi Selatan mempercayai bahwa bila ibu hamil mengkonsumsi kopi sebanyak setengah cangkir kopi setiap hari nantinya bila anak lahir tidak akan terkena sakit step (kejang).
Bahkan kalau kita membaca status FB beberapa teman, setiap pagi pasti ada yang menuliskan status sedang menikmati secangkir kopi ditemani dengan bla..bla..bla… (bisa ditemani dengan makanan, musik, teman, dll). Pernah ramai komentar-komentar dari salah seorang kawan yang menulis singkat tentang kopi, tetapi terus terang tulisannya cenderung menilai dari segi negatif meminum kopi. Banyak yang menyetujui tulisan tersebut, tetapi adapula yang tetap mengambil atau bisa dikatakan membela kopi dari segi positif, salah satunya saya yang jelas-jelas mengomentari hal tersebut.
Bagi saya pribadi, kopi memang terasa sangat membuat ketagihan. Bila dalam seharian tidak meminum kopi serasa ada yang tidak lengkap, jadi mengantuk, kurang bergairah dan sepertinya memang jadi malas ngapa-ngapain atau bahasa kerennya sich malas beraktivitas.
Setiap janjian untuk bertemu teman, dimanapun itu, di warung kopi pinggir jalan atau warung kelas menengah sampai kelas atas ala cafe, minuman yang saya pesan pasti kopi. Kopi yang menjadi favorit adalah black coffee alias kopi tubruk atau yang lebih ekstrim seperti espresso yang dikasih gula sedikit saja. Wuih nikmatnya tiada terkira..kadangkala sih pesanannya yang rada ringan dengan campuran susu atau cream seperti cappuccino dan caffe latte.
Kopi memang nikmat bila disuguhkan dalam keadaan panas. Bahkan bila saya membuat sendiri saya akan merebus kopi sampai mendidih, kemudian disaring. Bukan dengan hanya diseduh air mendidih, karena rasanya akan jauh berbeda. Meminumnyapun saya seperti terlihat gaya, dengan suara khas menyeruput, ssrrrrruuuppppp…dan kemudian menghembuskan atau lebih tepatnya menghela nafas disertai dengan suara : aaaaahhhhhhhhh…..
Cara minum saya ini akhirnya ditiru oleh ponakan saya sewaktu dia berumur sekitar tiga tahunan. Setiap pagi dia akan meminta kopi kepada ibunya yang jelas-jelas pasti akan ditolak. “Pertanyaannya adalah kenapa tante Abbas minum kopi? Jadi Kiky juga mau”. Tetap saja tidak diperdulikan permintaan ponakanku tersebut. Tidak tahunya memang dia hanya mau memperlihatkan gaya minumku kepada orang tuanya. Jadi setiap dia minum susu atau bahkan air putih selalu dengan gaya menyeruput dan hembusan nafas. Sewaktu ditanyakan kenapa begitu? Jawabnya : “Kayak tante Abbas dong, minum kopi begitu”, hihihi…untungnya enggak berlaku lama, karena kayaknya capek juga ya dia menyeruput dan menghela nafas setiap saat dia minum.
Seorang teman bahkan kemanapun dia pergi yang selalu dia ingat untuk membawakanku cindera mata adalah kopi khas dari daerah tersebut. Saya bahkan sering kumpul di salah satu rumah kawan, hanya untuk menikmati kopi yang dibawa dari daerah yang dikunjungi. Bahkan sampai-sampai pasanganku menggoda , saya minum kopi laksana sopir truk jarak jauh. Ah..biarkan saja, yang penting saya memegang pepatah kuno, biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu.
Beberapa kopi yang sudah pernah kucoba adalah kopi Bali, Papua, Medan, Brastagi, Mandailing, Aceh, Ulee Kareeng, Bima, Jambi, Toraja, Lampung, dsb. Rasanya memang berbeda, tetapi sulit juga untuk dijabarkan perbedaannya. Tergantung juga apakah kopi itu kopi yang masuk dalam kopi Arabica, robusta, dan luwak.
Ada memang orang yang membuat kopi dengan takaran yang benar-benar pas antara kopi, gula dan creamer/susu. Salah satu pembuat kopi terenak adalah office assistant di kantorku di Bandung. Anehnya bila saya membuat sendiri rasanya jadi berbeda, seperti kebanyakan kopi (kekentalan sehingga menjadi pahit sekali) atau malah kebanyakan air alias keenceran. Tiap orang yang dibuatkan kopi olehnya juga berbeda takarannya, ada yang senang dengan gula yang banyak, ada juga yang manisnya sedang dan buat saya yang termasuk tidak terlalu suka suguhan kopi dengan banyak gula alias senangnya kopi rada pahit. Entah apa jadinya hari tanpa adanya dia yang setiap hari tanpa lelah membantu kami untuk menakarkan kopi, gula dan creamer.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar